Kamis, 10 Januari 2013


Manajemen Likuiditas dan Tingkat Risiko Bunga
Faizah Nusaibah Nasir
UHAMKA

ABSTRACT
Understanding Liquidity is the ability to provide funds to meet deposit withdrawals and loan demand and other obligations that have matured.
The whole economics was developed by scientists and scholars are looking for a new foundation as a safe point to return to the leaps of science.
Liquidity is a problem related to a company's ability to meet its financial obligations that must be fulfilled immediately.
Keyword: liquidity, leaps, fulfilled.












BAB I

PENDAHULUAN
Manajemen Likuiditas
Pengertian likuiditas adalah kemampuan menyediakan dana untuk memenuhi penarikan simpanan dan permintaan kredit serta kewajiban lainnya yang telah jatuh tempo.
Manajemen likuiditas bagi lembaga keuangan adalah perkiraan terhadap permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Likuiditas merupakan masalah yang sangat esensial bagi lembaga keuangan untuk menjaga kontinuitas usahanya. Suatu lembaga keuangan, misalnya Bank yang tidak dapat memenuhi penarikan dana oleh nasabahnya akan menghilangkan kepercayaan nasabah. Oleh karena itu, hampir seluruh lembaga keuangan benar-benar memprioritaskan likuiditasnya dan mengolahnya secara hati-hati sehingga kegagalan usaha akibat salah mengelola likuiditas sedapat mungkin dapat terhindari. Kenaikan tingkat bunga dan masalah kredit macet dapat menyebabkan kegagalan suatu lembaga keuangan.
Likuiditas pada prinsipnya merupakan kemampuan untuk memenuhi permintaan dana yang segera harus dipenuhi. Likuiditas di butuhkan terutama untuk memenuhi cadangan wajib minimum, penarikan nasabah giro dan kewajiban-kewajiban lainnya yang telah jatuh tempo. Di samping itu, likuiditas di perlukan pula untuk memenuhi permintaan kredit oleh debitur. Banyak lembaga keuangan mengembangkan hubungan jangka panjang dengan nasabahnya dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kredit para nasabahnya.
Kemungkinan kerugian dapat terjadi akibat terlalu kecilnya cadangan likuiditas akan dapat menimbulkan baban biaya pinjaman dan risiko kerugian akibat penjualan aset yang terburu-buru atau risiko gagalnya memenuhi penarikan dana oleh nasabah. Sebaliknya, kerugian akibat adanya kelebihan likuiditas adalah berkurangnya keuntungan. Aset dengan tingkat likuiditas yang tinggi biasanya tingkat bunganya relatif rendah atau bahkan tidak memberi hasil bunga sama sekali.
Primary dan secondary reserves
Likuiditas wajib merupakan jumlah minimum cadangan yang wajib di pertahankan atau di pelihara oleh lembaga keuangan. untuk menilai mengenai pemenuhan ketentuan likuiditas wajib ini perlu di bedakan antara cadangan primer dan sekunder.  Semua lembaga keuangan yang menghimpun dana (depository financial institution), misalnya bank dan beberapa lembaga keuangan yang kegiatannya tidak menarik dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan (non depository financial institution), misalnya perusahaan asuransi , di wajibkan memelihara sejumlah minimum cadangan likuiditas. Primary reserves bagi bank pada dasarnya terdiri dari uang kas dan saldo rekening giro pada bank sentral. Kedua jenis aset ini di sebut alat likuid atau cash assets.
Cadangan sekunder adalah aset yang dapat segera di tukarkan menjadi uang tunai tanpa ada penundaan yang biasanya terdiri dari surat-surat berharga yang berjangka pendek dan berkualitas tinggi. Surat-surat  berharga yang dapat di jadikan kas dengan sedikit atau tanpa kerugian sama sekali. Lembaga-lembaga keuangan umumnya melakukan jual beli surat-surat berharga secara harian untuk mengatur posisi likuiditas.
Pemenuhan kebutuhan likuiditas
Sumber-sumber  yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan likuiditas antara lain sebagai berikut:
·       Simpanan dari masyarakat
·       Aset yang telah jatuh tempo
·       Menjual aset
·       Melakukan pinjaman dana
·       Menggunakan fasilitas diskonto
Pendekatan arus dana untuk pengukuran likuiditas atau di sebut flow approach berdasarkan pada pandangan bahwa cadangan likuiditas merupakan suatu penampungan atau reservoir. Arus dana masuk setiap harinya tidak selalu sama dengan arus dana keluar, dan reservoir  di sini berfungsi untuk mengimbangi perbedaan sementara antara arus masuk dan arus keluar dana. Maka cadangan likuiditas tidak dapat menutup ketidak seimbangan permanen, tapi hanya bisa menutup ketidak seimbangan arus dana yang bersifat sementara.
Liquidity Gap Analysis
Liquidity gap merupakan instrumen analisis likuiditas yang relatif lebih mudah dilakukan dan dapat menjadi alat yang efektif bagi manajemen untuk menilai dan mengukur keadaan likuiditas. Gap pada setiap jatuh tempo tertentu pada dasarnya adalah selisih antara aset yang telah jatuh tempo dengan kewajiban yang telah jatuh tempo. Gap positif menjukkan bahwa aset yang telah jatuh tempo melebihi jumlah kewajiban yang telah jatuh tempo. Sedangkan Gap negatif apabila terjadi sebaliknya.
Manajemen Risiko Tingkat Bunga
Lembaga keuangan dalam kegiatan usahanya hampir selalu menerima risiko tingkat bunga. Hal ini tidak dapat di hindari karena sebagian dari fungsinya adalah memberikan kredit untuk suatu jangka waktu tertentu yang umumnya melebihi jangka waktu jatuh tempo rata-rata kewajiban-kewajibannya. Oleh karena itu, banyak lembaga keuangan mengalami kerugian akibat menurunnya nilai asetnya pada saat bunga mengalami kenaikan. Manajemen risiko tingkat bunga ini bertujuan untuk mengendalikan risiko tingkat bunga pada tingkat yang dapat di terima.
Untuk dapat memberikan contoh bagaimana risiko tingkat bunga dapat mempengaruhi kegiatan operasi pada suatu lembaga keuangan, misalnya bank umum, memiliki dana dengan tingkat bunga tinggi. Misalnya pada saat biaya dana jangka pendek berada pada tingkat 10% dan biaya dana jangka panjang 13%. Bank menyalurkan sebagian besar dananya untuk kredit perumahan yang jangka waktu 5-7 tahun dengan tingkat bunga 15%. Untuk membiayai kredit tersebut bank menggunakan dana jangka pendek dengan mengambil spread 5% yaitu selisih antara tingkat bunga kredit yang di berikan dengan tingkat bunga dana yang di bayarkan (15%-10%). Kemudian pada saat tingkat bunga mengalami kenaikan, bank harus membayar tingkat bunga rata-rata di atas tingkat bunga yang di terima dari kredit yang di berikannya. Bank jelas mengalami kerugian apabila terjadi kondisi seperti itu.
Interest Rate Gap Analysis
Interest Rate Gap Analysis tingkat bunga merupakan salah satu teknik yang paling umum di gunakan untuk mengukur risiko tingkat bunga yang mungkin di hadapi oleh lembaga keuangan. Teknik ini pada dasarnya hampir sama dengan liquidity gap analysis, kecuali bahwa teknik ini sangat terkait dengan masalh jangka waktu hingga jatuh tempo atau penetapan ulang tingkat bunga (repricing).
Pengukuran gap jatuh tempo atau penetapan ulang tingkat bunga cukup kompleks terutama dalam menetapkan tanggal jatuh tempo yang tepat. Kredit kepemilikan rumah, misalnya jumlah pembayaran pokok (cicilan) di bayarkan setiap periode tertentu dan merupakan jatuh tempo untuk periode tersebut. Dengan demikian kredit yang berjangka misalnya 15 tahun sesungguhnya memiliki aset yang jatuh tempo setiap bulan yang jatuh tempo setiap bulan selama 15 tahun. Dan problem bertambah kompleks karena jarang sebenarnya kredit pemilikan rumah memiliki sisa kredit sampai dengan 15 atau 20 tahun, banyak pemilik rumah menjual rumahnya kemudian melunasi kreditnya jauh sebelummencapai jangka waktu jatuh tempo. Risiko tingkat bunga dapat terjadi apabila suatu lembaga keuangan menyalurkan kredit yang berjangka waktu panjang dengan tingkat bunga 15%  yang di biayai dana jangka panjang dengan tingkat bunga 12%, kemudian tingkar bunga kredit mengalami penurunan menjadi 10%.














BAB II

LANDASAN TEORI
Seluruh ilmu ekonomi yang ada yang dikembangkan oleh ilmuwan dan cendekiawan sedang mencari dasar pijakan baru sebagai titik aman untuk kembali melakukan lompatan-lompatan ilmu pengetahuan.
Kemudian muncul pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab pertanyaan di atas berupa permasalahan perlunya suatu epistemology baru yang mampu menjembatani keinginan manusia untuk mencapai puncak ilmu pengetahuan dengan ketersediaan data dan informasi yang ada.
Kemudian dikerucutkan permasalahan tersebut dalam suatu pertanyaan: Apakah Islam mampu menjelaskan kompleksitas puncak ilmu pengetahuan terkini ?
Deskripsi dimulai dari filosofi secara umum bahwa Islam merupakan suatu sistem, sehingga Islam berikutnya dapat menjadi sebuah fungsi tertentu dalam suatu rangkaian persamaan atau rumus. Landasan utama bahwa Islam merupakan sistem adalah dari Al-Quran yang menyatakan bahwa ‘dyn (sistem) di sisi Allah adalah Islam’.[1]
Theory Of Sinlammim
Sesuai dengan kaidah Bahasa Arab, kata Islam berasal dari kata dasar 3 huruf konsonan: sin lam mim MimLamSin,, kemudian mendapat awalan 1 huruf konsonan alif (I), sehingga terbentuk kata dasar alif sin lam mim MimLamSin(I).
Bentuk kata dasar yang terdiri dari 4 huruf (3 huruf + 1 huruf) tersebut menjadi kata dasar utama untuk membentuk kata Islam. Kemudian bentukan kata dasar ini akan dituliskan dalam persamaan sederhana yaitu: Islam adalah alif sinlammim.

Fungsi 1
            Islam = Alif (Sin, Lam, Mim)
            Dimana, Islam=I, Alif=A, Sin=S, Lam=L, Mim=M.
            Rumus:
            I = A (S,L,M)   …………………………………………………………… (1)

Dari pernyataan di sisi Allah adalah Islam, diperoleh persamaan yang dituliskan secara sederhana, tetapi sebenarnya bukan persis mutlak sama, bahwa pendekatan persamaan hanya memberikan kemudahan dalam pembacaan rumus, seperti Allah = Islam, yang dibaca sebagai di sisi Allah adalah Islam. Analogi persamaan tersebut dibuat garis minus tiga yang menyatakan tidak persis sama, karena hanya untuk memudahkan pembacaan persamaan, yang sebenanrnya harus dituliskan lengkap bahwa ‘Dyn Di Sisi Allah = Islam’.
           
Fungsi pertama di atas dapat dituliskan juga dalam persamaan latin atau dalam Greek Alphabet.

Fungsi 2
            I = A (S,L,M)
i = a (S,l,m)  ....................................................................................... (2)
Iota = Alpha (Sigma, Lambda, Mu)
Dimana, i=Iota, a =Alpha, S=Sigma, l=Lambda, m=Mu.

Kemudian satu diantara model persamaan di atas adalah dalam bentuk bilangan. Berdasarkan pendekatan Sinlammim, diperoleh beberapa tolok ukur antara huruf dengan bilangan seperti S=3, l=1, m=9, dan a=7, sehingga terdapat persamaan bilangan I=7(3,1,9), yang bila dijumlahkan angka dalam kurung tersebut akan membentuk angka digit 1 yaitu 4, yang merupakan akar bilangan dari 3+1+9=13. Kemudian 13 dijumlahkan menjadi 1+3=4, sehingga terbentuk pola bilangan 7(4).
Pola bilangan 7(4) tersebut mendekati jumlah huruf hijiyah yang ada pada kata Allah (Alif Lam Lam Ha) yang terdiri dari Alif=1, Lam=23, Lam=23, Ha 27. Dan jumlah total huruf-huruf hijaiyah tersebut adalah 1+23+23+27=74, atau secara analogis dibentuk seperti 7(4), yang berarti sama dengan pola sebelumnya yang I=7(4).
Ada model persamaan dari I=A(SLM) yang juga termaktub dalam ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa Allah member 7 yang diulang dan bacaan yang panjang.[2] Kutipan tersebut disederhanakan menjadi suatu persamaan, yaitu:
I = 7 (3,1,9)
Dimana, 7 adalah 7 yang diulang, dan (3,1,9) adalah bacaan yang panjang. Kemudian dari pendekatan ini, ternyata menyerupai persamaan Fungsi 1 dan Fungsi 2, yaitu:
I=A(S,L,M) atau
i= a (S,l,m)
Dimana, =Mu/Mim. Sehingga inti dari=Lambda/Lam, =Sigma/Sin, =Alpha/Alif, =Islam, Theory Of Sinlammim’ adalah sebuah rumus dari kata Islam yang dibuat persamaan (I=A(SLM)).
Melanjutkan penjabaran dari makna ‘7 yang diulang dan bacaan yang panjang’, yaitu dengan mengintepretasikan bahwa 7 yang diulang merupakan Alpha, dan ‘bacaan yang panjang’ diintepretasi pada deret hitung yang tidak berhingga yang direpresentasikan oleh akar bilangan (1,3,6,1,6,3,1,9,9,… dam seterusnya). Kemudian deret angka digit 1 ini diwakilkan oleh angka (3,1,9). Sehingga persamaannya menjadi:
I = 7 (1,3,6,1,6,3,1,9,9,…)
Atau disederhanakan menjadi:
I = 7 (3,1,9).

Bilangan 7(3,1,9) ini juga dapat dirujuk ke al-Quran yang menyatakan bahwa ‘menempuh jalan kepada Tuhannya’[3]. Jadi, sebagai ijtihad dari ilmu ekonomi Islam untuk menjadi pondasi bagi pendirian bangunan keilmuan selanjutnya, rumus tersebut bisa dipegang sebagai satu diantara rumus yang berasal dari Islam, atau bisa disebutkan bahwa rumus yang berdasarkan Al-Quran adalah I=A(SLM).
Melihat perkembangan ilmu ekonomi, muai banyak integrasi antara bidang keilmuan, seperti yang sudah terjadi pada penggunaan rumus. Untuk penghitungan obligasi telah diadopsi rumus ilmu biologi berupa penambahan jumlah sel yang berlipat dua yaitu meningkat secara eksponensial. Kemudian rumus ini diakomodir untuk menghitung  nilai dasar obligasi yaitu: Pt=Po(1+n)^r.
Jadi, ada interaksi antara ekonomi dan biologi, atau dalam pelajaran di perguruan tinggi juga telah diberikan mata kuliah Matematika Ekonomi. Untuk beberapa penelitian program doctoral juga sudah ada beberapa penggabungan pendekatan, misalnya fisika ekonomi.
Berikut deskripsi pendahuluan bahaimana teori dari Islam di-tap ke dalam ilmu fisika yang kemudian akan dimanfaatkan ke dalam ilmu ekonomi. Satu diantara model yang akan di-tap merupakan postulat yang sudah menjadi dasar dari perkembangan ilmu fisika, yaitu tentang gaya. Para ilmuwan sepakat bahwa dalam kehidupan makro kosmos, dan mikro kosmos, terdapat 4 gaya yang akan selalu  ada setiap sistem maupun sub sistem kehidupan. Keempat gaya tersebut antara lain:
1.    Gaya Elektromagnetik
2.    Gaya Nuklir Lemah
3.    Gaya Nuklir Kuat
4.    Gaya Gravitasi.
Hukum alam yang bernilai universal sejatinya sejalan dengan nilai universalitas ketuhanan, karena alam semesta diciptakan oleh Tuhan Yang Satu. Dari rumus yang ada dalam ‘theory Of Sinlammim’ akan dapat dimodelkan pada keempat gaya yang ada tersebut, seperti terurai di bawah ini:
Theory Of Sinlammim
     I = A (S,L,M)
     i= a (S,l,m)
Empat Gaya
     4G= E (L,K,G)

Disandingkan kedua fungsi tersebut menjadi:
     a (S,l,m) =E (L,K,G)
Sehingga untuk penyederhanaan terlihat masing-masing variable akan memiliki kembarannya di sisi yang lain, yaitu:   Alpha merupakan gaya elektromagnetik, sigma merupakan gaya nuklir lemah, lambda merupakan gaya nuklir kuat, dan mu merupakan gaya gravitasi, seperti tersusun di bawah ini:
             = E = gaya elektromagnetik
= L = gaya nuklir lemah
= K = gaya nuklir kuat
= G = gaya gravitasi

















BAB III
PEMBAHASAN
1.1   Pengertian Manajemen Likuiditas
Secara umum, pengertian likuditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai, dimana fungsi dari likuditas secara umum untuk
a.  Menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari;
b.  Mengatasi kebutuhan dana yang mendesak;
c. Memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibiltas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.
Likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.
1.2  Likuiditas Menurut Pendapat Para Ahli
Menurut S.Munawir dalam buku Analisa Laporan Keuangan: “ Likuiditas adalah menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih, perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannnya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaaan “ likuid ” dan koperasai dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut menpunyai alat pembayaran atau pun aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancar atau hutang jangka pendek dan sebaliknya ”.
(S. Munawir, 1981 : 31).
Sedangkan menurut R. Soemitro : “Likuiditas adalah keseimbangan antara perluasan-perluasan dan pengurangan likuiditas dari kekayaan yang disediakan dengan kemudian pengembalian dan kewajiban - kewajiban untuk pengembalian”. (R. Soemitro. 1986 : 13).
1.3  Teori-teori Likuiditas Bank
Teori-teori likuiditas yang dikembangkan oleh praktisi perbankan, antara lain the commercial loan theory, the shiftability theory, the anticipated income theory, the gentleman agreement theory, the laibility management theory.
a.        The Commercial Loan Theory
Teori ini dikembangkan para praktisi perbankan di Inggris sejak abad ke-18. Teori ini mengemukakan bahwa suatu bank akan tetap likuid, jika sebagian besar kredit yang disalurkan merupakan kredit perdagangan jangka pendek dan dapat dicairkan dalam keadaan bisnis yang normal ( usual business ).

b.        The Shiftability Theory
Teori beranggapan bahwa likuiditas suatu bank akan lebih terjamin jika bank bersangkutan memiliki aset yang dapat dipindahkan atau dijual secara cepat, seperti surat berharga Bank Indonesia.

c.         The Anticipated Income Theory
Menurut teori ini, likuiditas suatu bank akan dapat dipertahankan jika bank ini dapat merencanakan pembayaran kembali utangnya dengan pendapatan dimasa yag akan datang.

d.        The Gentleman Agreement Theory
Menurut teori ini suatu bank dalam menjaga likuiditas minimumnya dilakukan dengan membina kerja sama dan tolong menolong yang saling menguntungkan diantara sesama bank anggota kliring, yaitu dengan cara interbank call money market, dari lending bank kepada borrowing bank. Kerja sama ini perlu dibina dan dikembangkan agar jangan ada bank/anggota kliring yang diskors, karena jika ada bank yang diskors maka akibatnya kepercayaan masyarakat kepada perbankan berkurang sehingga kemungkinan rush penarikan tabungan semakin besar.

e.         The Liability Management Theory
Teori ini beranggapan bahwa suatu bank dalam menjaga likuiditas minimumnya dilakukan dengan cara mempunyai jaringan pinjaman yang cukup banyak, baik dari rekanan maupun dari call money atau sumber lainnya.
Klasifikasi manajemen  likuiditas bank meliputi :
1.    Money Position Manajement adalah proses memperkirakan kebutuhan likuiditas bank sehari-hari ;
2.    Short Therm (Seasonal Liquidity Management) adalah proses memperkirakan kebutuhan kas yang diakibatkan adanya perubahan atau musim ;
3.    Long Therm (Cyclical Liquidity Management), adalah menentukan berapa kebutuhan likuiditas selama satu business cycle tertentu, sangat sukar bagi bank dalam menentukan likuiditas jangka panjang.
1.4  Pengelolaan Likuiditas
Pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan leabilitas (liability management). Melalui pengelolaan likuiditas yang baik, bank dapat memberikan keyakinan pada para penyimpan dana bahwa mereka dapat mengambil dananya sewaktu-waktu atau pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu bank harus mempertahankan sejumlah alat likuid guna memastikan bahwa bank sewaktu-waktu dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
1.5  Bank dikatakan likuid jika bank tersebut mempunyai :
a.       Cash asset sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuiditasnya;
b.      Cash asset lebih kecil dari butir (1) di atas, tetapi bank juga mempunyai asset lainnya (khususnya surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya;
c.       Kemampuan untuk menciptakan cash asset baru melalui berbagai bentuk utang.
Dalam likuiditas terdapat dua resiko yaitu resiko ketika kelebihan dana dimana dana yang ada dalam bank banyak yang idle, hal ini akan menimbulkan  pengorbanan tingkat bunga yang tinggi. Kedua resiko ketika kekurangan dana, akibatnya dana yang tersedia untuk mencukupi kebutuhan kewajiban jangka pendek tidak ada. Dan juga akan mendapat pinalti dari bank sentral. Kedua keadaan ini tidak diharapkan oleh bank karena akan mengganggu kinerja keuangan dan kepercayaan masyarkat terhadap bank tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketika bank mengharapkan keuntungan yang maksimal akan beresikopada tingkat likuiditas yang rendah atau ketika likuiditas tinggi berarti tingkat keuntungan tidak maksimal. Disini tearjadi konflik kepentingan antara mempertahankan likuiditas yang tinggi dan mencari keuntungan yang tinggi. Pengeleloan likuiditas sangat penting bagi bank terutama untuk mengatasi resiko likuiditas yang disebabkan oleh dua hal diatas. Untuk menjaga agar resiko likuiditas ini tidak terjadi kebijakan manajemen likuiditas yang dapat dilakukan antara lain dengan menjaga asset jangka pendek, seperti kas.
Pada umumnya likuiditas bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor:
  1. kewajiban reserve yang ditetapkan otoritas moneter atau bank sentral.
  2. Tipe-tipe dana yang ditarik oleh bank.
  3. Komitmen nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi.
Kemampuan membayar baru terdapat pada perusahaan apabila kekuatan membayar-nya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah membandingkan kekuatan membayar-nya di satu pihak dengan kewajiban-kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.
1.6  Penghitungan Ratio Likuiditas
Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas perusahaan, yaitu:
1.7  Current Ratio
Current Ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui dan menduga sampai dimanakah kiranya kita, apabila memberikan kredit berjangka pendek kepada seorang nasabah, dapat merasa aman atau tidak. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk, apakah perusahaan yang mandapat kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya kewajiban lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa, sekiranya pada suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya.
Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat/dengan semestinya. Dilain pihak ditinjau dari sudut pemegang saham suatu current ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar.
Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-kadang suatu current ratio yang rendah malahan menunjukkan pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat.
Munawwir menyatakan current ratio 200% kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya merupakan kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut.
Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proposisi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih.
Adapun formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut :
Current ratio= (aktiva lancer : hutang lancar) x 100%
1.8  Quick ratio
Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar. Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena menganggap persediaan memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas, walaupun pada kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid dari piutang. Rasio ini lebih tajam dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid. Jika current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan.
Adapun formulasi dari quick ratio adalah sebagai berikut :
Quick Ratio = ( Aktiva Lancar – Persediaan) : (utang lancar) x 100%
1.9  Resiko likuiditas
Bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan mengelolanya dengan baik, karena apabila likuiditas tersebut terlalu kecil maka akan mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila jumlah likuditas terlalu besar maka akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas. Dalam hal Bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah risiko likuditas.
Risiko Likuditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuditas ditentukan antara lain:
a.       Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana;
  1. Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS;
c.       Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan
  1. Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya,termasuk fasilitas lender of last resort.
Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan Bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, yang mana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas.
Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuditas, aktivitas Manajemen Risiko yang umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah:
a.       Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
  1. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.
  2. Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih ratarata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.
  3. Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.
  4. Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan fungsi ALCO (Asset &Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya.
  5. meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.
  6. Strategi Manajemen Cadangan dan Kebijakannya.
Dalam menjaga tingkat profitabilitas bank dan menjaga kepercayaan masyarakat, maka disini sangat diperlukan manajemen resiko. Secara umum yang dimaksudkan dengan risiko adalah sebagai bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau lembaga untuk mencapai tujuannya Dalam pengertian umum di atas belum terlihat gambaran ukuran besar atau luas dampak risiko tersebut terhadap pencapaian tujuan bank.
Bank Indonesia mendefinisikan manajemen resiko sebagai “serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan resiko yang timbul dari kegiayan usaha bank”. Dalam mengaplikasikan definisi resiko tersebut dalam program manajemen resiko, maka semua kegiatan atau usaha yang dilakukan akan melibatkan semua kegiatan yang membutuhkan perhatian, kewaspadaan, pengetahuan yang harus dikembangkan, pengalaman yang memadai serta kemampuan yang terus ditingkatkan. Resiko mempunyai potensi suatu peristiwa terjadi atau tidak terjadi dengan dampak / peluang untung (upside) atau rugi (downside).
Bank dapat terhindar dari resiko yang tidak perlu terjadi dengan cara:
a.       Standarisasi dan memutakhirkan semua kebijakan dan prosedur bank.
  1. Mengkaji penetapan limit risiko.
  2. Membangun konstruksi portfolio asset.
  3. Memanfaatkan keuntungan diversifikasi.
  4. Melakukan proses pendidikan mengenai resiko secara berkelanjutan untuk semua pegawai.
  5. Membangun budaya manajemen resiko pada seluruh jenjang organisasi
Resiko yang dapat merugikan bank antara lain :
a.       Tidak memadainya modal yang tersedia
  1. Resiko pemberian fasilitas kredit
  2. Resiko kecurangan
Klasifikasi risiko yang ditetapkan BI
a.       Resiko Kredit
  1. Resiko Pasar
  2. Resiko Likuiditas
  3. Resiko Operasional
  4. Resiko Hukum
  5. Resiko Reputasi
  6. Resiko Strategi
  7. Resiko Kepatuhan
Risiko likuiditas timbul secara alamiah sebagai akibat dari mismatch  atau Gap antara Rate Sensitive Assets (RSA) dan Rate Sensitive Liabilities (RSL). Bank mengelola risiko likuiditasnya agar dapat memenuhi setiap kewajiban yang jatuh tempo dan menjaga tingkat likuiditas yang optimal. Tujuan tersebut dicapai oleh Bank dengan menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan cadangan likuiditas yang optimal, mengukur dan menetapkan limit untuk risiko likuiditas serta penyusunan contingency plan.
Tingkat likuiditas Bank diukur dengan besarnya tingkat cadangan primer dan cadangan sekunder yang dipelihara Bank serta rasio likuiditas lainnya. Pengukuran rasio likuiditas Bank meliputi struktur pendanaan, expected cash flow, akses pasar dan asset marketability. Pengelolaan cadangan primer dan cadangan sekunder adalah untuk keperluan pendanaan operasional harian dan sebagai buffer untuk mengcover penarikan dana yang tidak terduga.
Asset Liability Management Sering disebut dengan ALMA, merupakan alat utama untuk mengendalikan risiko pasar : suku bunga, nilai tukar dan risiko likuiditas
Kebijakan ini memuat:
a.       Penetapan limit risiko oleh Asset Liabities Committee
  1. Prosedur dan dokumentasi yang harus dipenuhi
  2. Analisis yang harus dilakukan
  3. Metode untuk mengendalikan eksposur suku bunga dan kurs
  4. Menetapkan otorisasi dan proses menangani penyimpangan terhadap kebijakan
  5. Sistem penetapan harga dan penilaian pasar
Bank dapat membiayai kebutuhan nasabah / operasional dari beberapa sumber :
a.       Mendapatkan dana dalam bentuk simpanan jangka pendek dan jangka panjang
  1. Meningkatkan pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang
  2. Meningkatkan modal
  3. Menjual altiva bank
Beberapa apek kunci dalam perspektif  pengendalian risiko likuiditas  :
a.       Menyusun strategi pendanaan khususnya pada kondisi pasar yang kurang menguntungkan.
  1. Mempersiapkan pedoman yang jelas mengenai pengelolaan risiko likuiditas sesuai dengan strategi yang diambil.
  2. Aktif mengukur posisi likuiditas bank.
  3. Mengkaji rencana darurat keuangan bank agar mampu mengatasi masalah likuiditas dengan biaya yang relatif murah.
1.9 Liquidity Gap Analysis
Liquidity gap merupakan instrumen analisis likuiditas yang relatif lebih mudah dilakukan dan dapat menjadi alat yang efektif bagi manajemen untuk menilai dan mengukur keadaan likuiditas. Gap pada setiap jatuh tempo tertentu pada dasarnya adalah selisih antara aset yang telah jatuh tempo dengan kewajiban yang telah jatuh tempo. Gap positif menjukkan bahwa aset yang telah jatuh tempo melebihi jumlah kewajiban yang telah jatuh tempo. Sedangkan Gap negatif apabila terjadi sebaliknya.
2.1 Resiko Tingkat Bunga
Risiko Tingkat Bunga adalah risiko yang dialami akibat dari perubahan tingkat bunga yang terjadi di pasar dan memberikan pengaruh terhadap pendapatan perusahaan.
Lembaga keuangan dalam kegiatan usahanya hampir selalu menerima risiko tingkat bunga. Hal ini tidak dapat di hindari karena sebagian dari fungsinya adalah memberikan kredit untuk suatu jangka waktu tertentu yang umumnya melebihi jangka waktu jatuh tempo rata-rata kewajiban-kewajibannya. Oleh karena itu, banyak lembaga keuangan mengalami kerugian akibat menurunnya nilai asetnya pada saat bunga mengalami kenaikan. Manajemen risiko tingkat bunga ini bertujuan untuk mengendalikan risiko tingkat bunga pada tingkat yang dapat di terima.
Perubahan tingkat bunga menyebabkan perusahaan menghadapi dua risiko :
a.       Risiko perubahan pendapatan
  1. Risiko perubahan nilai pasar.
Risiko perubahan pendapatan adalah perubahan tingkat bunga bisa mentebabkan perubahan pendapat menjadi lebih kecil.
Ada dua jenis risiko perubahan pendapatan yaitu:
a.       Risiko penginvestasian kembali
  1. Risiko pendanaan kembali
Risiko perubahan nilai pasar adalah perubahan tingkat bunga menyebabkan perubahan nilai pasar aset atau kewajiban yang dimiliki perusahaan. Penurunan nilai aset lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai kewajiban, maka perusahaan mengalami kerugian dan sebaliknya, sebab tingkat bunga meningkat maka nilai sekuritas cenderung turun.
2.2  Interest Rate Gap Analysis
Interest Rate Gap Analysis tingkat bunga merupakan salah satu teknik yang paling umum di gunakan untuk mengukur risiko tingkat bunga yang mungkin di hadapi oleh lembaga keuangan. Teknik ini pada dasarnya hampir sama dengan liquidity gap analysis, kecuali bahwa teknik ini sangat terkait dengan masalh jangka waktu hingga jatuh tempo atau penetapan ulang tingkat bunga (repricing).
Pengukuran gap jatuh tempo atau penetapan ulang tingkat bunga cukup kompleks terutama dalam menetapkan tanggal jatuh tempo yang tepat. Kredit kepemilikan rumah, misalnya jumlah pembayaran pokok (cicilan) di bayarkan setiap periode tertentu dan merupakan jatuh tempo untuk periode tersebut. Dengan demikian kredit yang berjangka misalnya 10 tahun sesungguhnya memiliki aset yang jatuh tempo setiap bulan yang jatuh tempo setiap bulan selama 10 tahun. Dan problem bertambah kompleks karena jarang sebenarnya kredit pemilikan rumah memiliki sisa kredit sampai dengan 10 atau 15 tahun, banyak pemilik rumah menjual rumahnya kemudian melunasi kreditnya jauh sebelum mencapai jangka waktu jatuh tempo. Risiko tingkat bunga dapat terjadi apabila suatu lembaga keuangan menyalurkan kredit yang berjangka waktu panjang dengan tingkat bunga 15%  yang di biayai dana jangka panjang dengan tingkat bunga 12%, kemudian tingkar bunga kredit mengalami penurunan menjadi 10%.
2.3  Faktor Yang Menyebabkan Perubahan Tingkat Bunga
a.       Kondisi ekonomi global.
  1. Stabilitas ekonomi dalam negeri.
  2. Stabilitas sosial dan politik dalam dan luar negeri.




















BAB IV

PENUTUP
Kesimpulan
     Likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.
Dalam menjaga tingkat profitabilitas bank dan menjaga kepercayaan masyarakat, maka disini sangat diperlukan manajemen resiko. Secara umum yang dimaksudkan dengan risiko adalah sebagai bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau lembaga untuk mencapai tujuannya Dalam pengertian umum di atas belum terlihat gambaran ukuran besar atau luas dampak risiko tersebut terhadap pencapaian tujuan bank.
Risiko likuiditas timbul secara alamiah sebagai akibat dari mismatch  atau Gap antara Rate Sensitive Assets (RSA) dan Rate Sensitive Liabilities (RSL). Bank mengelola risiko likuiditasnya agar dapat memenuhi setiap kewajiban yang jatuh tempo dan menjaga tingkat likuiditas yang optimal. Tujuan tersebut dicapai oleh Bank dengan menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan cadangan likuiditas yang optimal, mengukur dan menetapkan limit untuk risiko likuiditas serta penyusunan contingency plan.
Tingkat likuiditas Bank diukur dengan besarnya tingkat cadangan primer dan cadangan sekunder yang dipelihara Bank serta rasio likuiditas lainnya. Pengukuran rasio likuiditas Bank meliputi struktur pendanaan, expected cash flow, akses pasar dan asset marketability. Pengelolaan cadangan primer dan cadangan sekunder adalah untuk keperluan pendanaan operasional harian dan sebagai buffer untuk mengcover penarikan dana yang tidak terduga.
Lembaga keuangan dalam kegiatan usahanya hampir selalu menerima risiko tingkat bunga. Hal ini tidak dapat di hindari karena sebagian dari fungsinya adalah memberikan kredit untuk suatu jangka waktu tertentu yang umumnya melebihi jangka waktu jatuh tempo rata-rata kewajiban-kewajibannya. Oleh karena itu, banyak lembaga keuangan mengalami kerugian akibat menurunnya nilai asetnya pada saat bunga mengalami kenaikan. Manajemen risiko tingkat bunga ini bertujuan untuk mengendalikan risiko tingkat bunga pada tingkat yang dapat di terima.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.

















DAFTAR PUSTAKA
·        Satgas BLBI, Studi Keuangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Jakarta : 2002
·        Hasibuan, Malayu, Dasar-dasarPerbankan, Bumi Aksara, Jakarta : 2006


















CV
Nama               : Faizah Nusaibah Nasir
TTL                 : Banda Aceh
Alamat            : Jl. Hamengku buwono III no.7, Tangerang
Hp                   : 08568757938
Email               : faizahnusaibah@yahoo.co.id
Univ                : UHAMKA





[1]
QS. Ali Imran [3]: 19
¨bÎ) šúïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) .`ÏB Ï÷èt $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót óOßgoY÷t 3 `tBur öàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î «!$#  cÎ*sù ©!$# ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ    
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

[189] Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.
[2]
QS. Al-Hijr [15]: 87.
QS. ôs)s9ur y7»oY÷s?#uä $Yèö7y z`ÏiB ÎT$sVyJø9$# tb#uäöà)ø9$#ur tLìÏàyèø9$# ÇÑÐÈ    
87. dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang[814] dan Al Quran yang agung.
[814] Yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang ialah surat Al-Faatihah yang terdiri dari tujuh ayat. sebagian ahli tafsir mengatakan tujuh surat-surat yang panjang Yaitu Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Maaidah, An-Nissa', Al 'Araaf, Al An'aam dan Al-Anfaal atau At-Taubah.

[2]QS. Al-Muzzammil [73]: 19
[3]
QS. Al-Muzzammil [73]:19.
¨bÎ) ¾ÍnÉ»yd ×otÅ2õs? ( `yJsù uä!$x© xsƒªB$# 4n<Î) ¾ÏmÎnu ¸xÎ6y ÇÊÒÈ  
19. Sesungguhnya ini adalah suatu peringatan. Maka Barangsiapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan (yang menyampaikannya) kepada Tuhannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar